KUNINGAN (MASS) – Perhelatan Pilkada memang cukup menarik, dan sekecil apapun isu selalu dijadikan framing dalam kontestasi, dari mulai elektabilitas, popularitas, integritas, buzzer, hingga black campaign berseliweran mewarnai pertarungan
Saat ini, ada sebanyak 545 daerah dengan rincian 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota di Indonesia yang akan menggelar Pilkada Serentak 2024, salah satunya adalah Kabupaten Kuningan.
Ada hal yang unik dalam perhelatan Pilkada di ‘Kota Kuda’ ini. Selepas ditinggalkan oleh Bupati Periode 2018 – 2023 H. Acep Purnama, ruh Pilkada berubah dan kembali ke titik nol, fight from scratch (pertarungan dari nol). Kendati ada kandidat yang memang posisinya bisa dikatakan sebagai petahana.
Masyarakat pun (pemilih) disodorkan dengan figur-figur hebat yang semuanya ‘mumpuni’ dan punya kekuatan. Baik dari ide brilian mereka dalam visi misi memajukan dan tagline ‘perubahan’ untuk Kuningan, pengalaman dalam mengelola pemerintahan maupun kelihaian dalam mengelola politik.
Waktu 60 hari masa kampanye yang dibuka secara resmi oleh KPU, tepatnya dari tanggal 25 September hingga 23 November 2024 adalah waktu yang cukup lama dalam mengelola isu politik. Berbagai cara pun dilakukan para kandidat, sekalipun sebenarnya mereka telah bermanuver sejak setahun terakhir dalam menarik simpati masyarakat.
Salah satu bentuk dalam mem’framing masyarakat adalah melalui Lembaga Survei (LS). Selama satu bulan terakhir, tepatnya Agustus – September, sedikitnya ada tiga LS yang telah mengolah quesioner dan melacak pemilih dengan sistem random menjadi sebuah persentase dan mengukurnya dari sisi elektabilitas dan popularitas.
Ada yang menggelitik, masing-masing LS hasilnya berbeda, karena memang mereka menggunakan metode yang berbeda juga, dan mengklaim kalau metode yang mereka gunakan semuanya valid. Berpengaruhkah kepada masyarakat dalam menentukan sikap pilihannya nanti di bilik suara?.
Hanya Satu LS Yang Mendaftar ke KPU
Sedikit mengulas, pada rentang waktu Agustus – September, Risetindo Barometer merilis hasil survei mereka dari sisi popularitas. Figur HM. Ridho Suganda menempati rangking pertama yaitu 88,3 %, disusul H. Yanuar Prihatin 84,0%, lalu H. Dian Rachmat Yanuar 61,0%. Disusul figur Cawabup H. Udin Kusnaedi dengan raihan 46,8 %, H. Kamdan 42,3 %, dan Hj. Tuti Andriani hanya mendapat respon 15,0%.
Lalu munculah CIMM (Centra Informasi Masyarakat Madani), yang memunculkan hasil survei-nya. Memisahkan antara elektabilitas dan popularitas. Dari sisi elektabilitas Paslon Dian-Tuti (Dirahmati) unggul dengan hasil 31,50 %, disusul Ridho – Kamdan (Ridhokan) 27,80%, dan Paslon Yanuar – Udin (Hatiku) hasilnya 24,90 %. Sedangkan dari sisi popularitas justru Hatiku menempati hasil tertinggi yaitu 79,9 %, kedua Paslon Dirahmati sebanyak 74,4%, dan terakhir Paslon Ridhokan menghasilkan 69,3 %.
Tidak lama, munculah hasil survei dari Jamparing Research. Jamparing yang mengaku melakukan survei kepada 1.200 responden, dengan metode multistage random sampling menghasilkan jika Paslon No. 1 unggul, terpaut tipis dengan No. 2. Hasilnya, Paslon Nomor Urut 1 (Dirahmati) 34,3 %, lalu Paslon Nomor Urut 2 (Ridhokan) 33,8 %, dan Paslon Nomor Urut 3 (Hatiku) 17,0 %.
Lalu, LS Parameter Konsultindo melakukan survei selama lima hari di awal Oktober, dan ternyata menghasilkan Paslon Ridhokan unggul dari hasil survey mereka, 53,7%, ketimbang Paslon lainnya. Disusul Dirahmati 29,7 %, dan urutan ketiga Paslon Hatiku dengan hasil 11,2%.
LS lokal masih menyisir koresponden diangka antara 600 hingga 1.500 masyarakat (pemilih), sedangkan hak pilih di Kuningan sendiri mencapai 891.960. Sungguh masih jauh dari angka kesempurnaan untuk mengukur pointer elektabilitas maupun pooularitas.
Kendati masih sangat jauh, yakni hanya menyasar sekira 0,17% dari jumlah pemilih, akan tetapi kekuatan LS saat ini memiliki ‘taring’, sehingga bisa mempengaruhi Tim Pemenangan Paslon. Ada yang merasa senang, gerah, dan biasa-biasa saja. Masyarakat pun demikian, disetiap pojok warung kopi disana, hasil survei selalu menjadi isu hangat.
Lalu sejauh mana kekuatan LS dalam mempengaruhi isu politik ini. Salah satu pemerhati politik Kuningan, Prof. Suwari Akhmaddian, mengatakan, sejauh LS tersebut independen dan mengunakan metode survei yang benar dan terdaftar di KPU, maka hasil survei-nya merupakan produk ilmiah.
Sebaliknya, apabila lembaga survei ini adalah konsultan politik yang merupakan bagian dari tim sukses calon bupati maka hasil survei-nya merupakan bentuk propaganda dan pengiringan opini. Sebaiknya LS yang merupakan konsultan politik secara etika tidak baik apabila hasil survei nya dipublikasikan ke masyarakat, hasil survei seharusnya digunakan untuk mengatur strategi pemenangan.
Sumber lain menilai, jika LS lokal, kekuatan dananya sangat minim, dan tidak menutup kemungkinan, ada LS yang dibayar oleh Paslon, dan bisa jadi mereka masuk ke golongan ‘pemain politik’. Mereka cukup menyasar simpul-simpul Pemilih basis para Paslon tersebut. Beranikah mereka menyasar hingga ke pelosok desa dengan tatap muka? Bisa iya bisa tidak, karena masyarakat yang ditanyapun tidak lebih dari 1.500 koresponden.
Ada juga yang menggolongkan LS ‘bukan pemain politik’, dan lembaga nya dari Lembaga Survei akademisi, yang berusaha objektif, netral, tidak berpihak, dan tidak menjadi pemain politik. Survei itu “permainan angka”, dan hasil survei-nya ibarat dua sisi koin, menyenangkan bagi yang unggul, menyedihkan bagi yang tidak diunggulkan.
Sedangkan LS yang sudah mendaftar ke KPU Kabupaten Kuningan saat ini baru satu, yaitu Nember Parameter Konsutindo. Lembaga tersebut terdaftar resmi di KPU, dan dinyatakan bisa dipertanggungjawabkan apabila melakukan survei Pilkada 2024 saat ini. Sayangnya, Nember Parameter Konsutindo belum mengeluarkan hasil survei mereka.
Selain LS, upaya memframing, dan mengklaim masa akan terus masif menuju 27 November 2024. Suasana akan semakin menghangat, dan unjuk kekuatan melalui berbagai cara pun terus dilakukan. Melek informasi dan melek politik menjadi satu keharusan bagi masyarakat saat ini.
Masyarakat harus benar-benar menentukan pilihannya sesuai dengan hati nurani, cerdas, dan mengkaji secara mendalam visi misi mereka, termasuk jejak rekam para kandidat. Mereka adalah para kontestan hebat yang semuanya memiliki niat untuk memajukan Kuningan.
Paslon Nomor Urut 1 adalah pasangan H. Dian Rachmat Yanuar – Hj. Tuti Andriani (Dirahmati), diusung oleh Partai Golkar, PKS, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Buruh, Partai Hanura, PSI, dan Partai Umat. Perjalanan mereka cukup panjang dan terjal, apalagi Paslon ini sama-sama bukan dari kader murni partai. Sosok Cabup DR. Dian adalah Sekda Kuningan dan mengajukan cuti dan berhenti dari jabatannya, dan Cawabup Hj. Tuti adalah seorang profesional notaris di Kabupaten Kuningan.
Paslon Nomor Urut 2 adalah pasangan HM. Ridho Suganda – H. Kamdan (Ridhokan), diusung oleh PDIP, PPP, Demokrat, Partai Gelora, Partai Perindo, dan PKN. Sosok Cabup HM. Ridho adalah Wakil Bupati periode 2018-2023 bersama Bupati H. Acep Purnama (almarhum), kader murni PDIP. Sedangkan sosok Cawabup H. Kamdan adalah pengusaha, dulunya adalah kader partai yang telah malang melintang, dari PDIP, Nasdem dan sekarang diusung dari PPP.
Paslon Nomor Urut 3 adalah pasangan H. Yanuar Prihatin – H. Udin Kusnaedi (Hatiku) diusung oleh PKB dan PAN. Sosok Cabup H. Yanuar adalah politikus murni dari PKB, dan mempunyai pengalaman sebagai anggota legislatif di DPR RI Periode 2019-2024 dan juga sosok motivator. Sedangkan sosok Cawabup H. Udin sosok pengusaha yang murni kader PAN, pengalamannya dibidang wirausaha dan sebagai anggota legislatif DPRD Periode 2019-2024 pun menjadi pengalaman untuk memajukan Kuningan.
Oleh : Nunung Khazanah, S. IP., Ketua PWI Kabupaten Kuningan