KUNINGAN (MASS) – Lima hari menjelang diumumkannya hasil rekapitulasi penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, wacana people power kian menjadi buah bibir di masyarakat saat ini, tak terkecuali di Jawa Barat.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Lingkar Kajian Komunikasi Politik (LKKP) Jawa Barat, Adiyana Slamet menilai, skenario dibalik rencana people power yaitu akan menciderai people’s sovereignty (kedaulatan rakyat), pasca pemungutan suara dan Pra Penetapan Hasil Pilpres 2019.
“Hal itu (people power) sangat menciderai Demokrasi konstitusional, yang menitik beratkan sengketa apapun harus diselesaikan secara damai dan terlembagakan melalui institusi yang mempunyai tupoksi seperti Mahkamah Konstitusi,” ujarnya kepada kuninganmass.com, Jumat (17/5/2019).
Menurut Adiyana, aksi people power juga merupakan bentuk frustasi politik yang dilakukan elit politik tertentu. Pasalnya, mereka sangat sulit untuk mengubah hasil pemilu secara konstitusional sehingga satu-satunya cara yaitu ditempuh dengan jalur inkonstitusional.
“Ada upaya-upaya untuk membuat suasana lebih mencekam, dan seolah-olah akan mengganggu stabilitas polilik, keamanan dan ekonomi sehingga timbul keresahan di publik,” ujar Adiyana.
Saat disinggung terkait Jawa Barat yang berpotensi mengirim massa terbanyak pada aksi people power, Adiyana mengimbau masyarakat untuk tidak ikut terprovokasi tidak ikut aksi tersebut.
“Seperti yang telah disampaikan oleh Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Rudy Sufahriadi dan Kapolrestabes Kombes Pol Irman Sugema yang mewakili tool of The State (Alat Negara) sudah bekerja sangat baik,” ucapnya.
Lebih lanjut, Adiyana juga menyebutkan MUI Jawa Barat pun sudah mengeluarkan pernyataan bahwa bisa saja people power itu haram.
“Melihat banyaknya himbauan untuk tidak mengikuti aksi people power merupakan wujud dari bahwa people power akan menimbulkan keresahan dan akan merugikan masyarakat itu sendiri,” tuturnya.
Selanjutnya, Adiyana menambahkan, aksi people power akan menciderai demokrasi yang telah dibangun sejak lama di Indonesia.
“Dalam mekanisme demokrasi juga akan diciderai, menggunakan jalur kekuatan massa tidaklah mencerminkan demokrasi yang rasional, normal dan proprosional,” pungkasnya. (deden)