KUNINGAN (MASS) – Lamanya pembahasan Raperda RDTR (Rencana Detil Tata Ruang) sejak 2015 silam, mendapat penjelasan dari Sekretaris Pansus Rudi O’ang Ramdhani. Politisi PKS ini menegaskan, sebetulnya secara tata naskah raperda tersebut sudah selesai.
“Perda RDTR ini kitabnya perijinan yang akan dimanfaatkan dalam menata Kuningan 20 tahun kedepan. Sebenarnya di kami (pansus) sudah selesai secara tata naskahnya,” ungkapnya kala dikonfirmasi kuninganmass.com Selasa (7/8/2018).
Sebagai bentuk kehati-hatian pansus, 13 personil pansus jeli dengan meminta beberapa dokumen kepada eksekutif. Contoh menyangkut perlindungan mata air yang ternyata sesuai dengan amanah Persub dari gubernur.
“Kami minta data berapa mata air di Kuningan. Per hari ini belum ada. Katanya ada di pendamping, tapi kita buka di peta, ada berapa dan dimana mata air tersebut. Harus muncul di peta. Ternyata ketika dizoom dengan skala 1:5000 titik mata airnya gak ada,” cerita Rudi.
Amanah Persub lainnya menyangkut perlindungan cagar budaya. Pansus menanyakan ke eksekutif sudah finalkah angka luasan cagar budaya di RDTR dengan dokumen sejarah. Menurut Rudi, itu pun belum final.
Kemudian terkait LP2B (Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan). Kawasan yang masuk LP2B ternyata masih potensi. “Kalau masih potensi, ya jangan dimasukkan ke RDTR. Kalau masih potensi, sama saja dengan terigu, belum jadi bakwan,” ketus dia.
Dia menilai salah besar apabila muncul tuduhan bahwa pansus menghambat pembangunan. Rudi memandang perlu untuk mengklasifikasikan apakah tuduhan akademik atau tuduhan politis. Jika tuduhan politis, menurutnya, besok pun raperda RDTR bisa ditetapkan jadi perda.
“Tapi pelanggaran-pelanggaran tanda kutip yang terpotret oleh pansus, terutama perijinan, mau diposisikan dimana kita? Kalau bicara perencanaan Kuningan kedepan kan menata, merencanakan. Bukan yang eksisting dimasukkan. Itu mah bukan rencana detil namanya,” sindir Rudi.
Politisi yang tidak masuk bacaleg 2019 ini pun menyoal rencana detil jaringan telekomunikasi. Mestinya yuridis formal yang digunakan, bukan berdasar estetika.
“Jadi intinya per hari ini kita sedang menunggu perbaikan dokumen RDTR. Karena secara tata naskah sih sudah. Perda RDTR ini kitabnya perijinan dan untuk 20 tahun kedepan. Kita harus hati-hati lah,” tegas pria asal Darma itu. (deden)